Sifat mobilitas terbatas pada penyelenggaraan telekomunikasi berbasis teknologi CDMA membuat para operatornya berlomba-lomba menawarkan harga murah. Bahkan, tidak hanya untuk komunikasi suara (telepon), tetapi juga komunikasi data atau yang lebih dikenal dengan akses internet.
Setidaknya sekarang ini dari tiga operator yang sudah eksis menjalankan bisnis komunikasi nirkabel tetap atau yang juga dikenal dengan fixed wireless access (FWA) itu menawarkan produk berbasis harga. Kebanyakan mereka melakukan perang tarif dalam menyelenggarakan komunikasi suara, mulai dari bundel dengan ponsel murah sampai fasilitas penggunaan di luar wilayah kerjanya layaknya sebuah seluler penuh. Setidaknya itu yang dilakukan Esia dari PT Bakrie Telecom dan Flexi milik PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom).
Namun, sedikit berbeda dengan yang dilakukan StarOne dari PT Indosat, perusahaan ini tampaknya sedang mencoba mengangkat fokus layanan ke arah komunikasi data murah melalui jaringan CDMA.
Fokus lebih pada layanan data murah karena Indosat sendiri juga memiliki jaringan berkecepatan tinggi 3.5G atau high-speed downlink packet access (HSDPA) pada jaringan GSM. Akses broadband nirkabel ini dikembangkan bersama-sama dengan peningkatan kecepatan jaringan GSM ke 3G (generasi ketiga).
Jika layanan data HSDPA bisa mencapai kecepatan di atas 1 megabit per detik (Mbps) atau maksimalnya 3,5 Mbps, jaringan CDMA mampu melayani sampai kecepatan 153,6 kilobit per detik (kbps). Dengan demikian, tidak mengherankan apabila dalam satu daerah yang sama dilayani oleh dua jenis jaringan nirkabel yang berbeda itu.
Layanan nirkabel ini bagaimanapun akan menjadi saingan berat bagi WiFi, terutama bagi WiFi yang memasang tarif. Fleksibilitas akses CDMA (termasuk HSDPA) lebih tinggi, pengguna tidak perlu lagi repot-repot mencari hotspot yang biasa terdapat di mal-mal, kafe, atau tempat-tempat tertentu lainnya.
Setidaknya sekarang ini dari tiga operator yang sudah eksis menjalankan bisnis komunikasi nirkabel tetap atau yang juga dikenal dengan fixed wireless access (FWA) itu menawarkan produk berbasis harga. Kebanyakan mereka melakukan perang tarif dalam menyelenggarakan komunikasi suara, mulai dari bundel dengan ponsel murah sampai fasilitas penggunaan di luar wilayah kerjanya layaknya sebuah seluler penuh. Setidaknya itu yang dilakukan Esia dari PT Bakrie Telecom dan Flexi milik PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom).
Namun, sedikit berbeda dengan yang dilakukan StarOne dari PT Indosat, perusahaan ini tampaknya sedang mencoba mengangkat fokus layanan ke arah komunikasi data murah melalui jaringan CDMA.
Fokus lebih pada layanan data murah karena Indosat sendiri juga memiliki jaringan berkecepatan tinggi 3.5G atau high-speed downlink packet access (HSDPA) pada jaringan GSM. Akses broadband nirkabel ini dikembangkan bersama-sama dengan peningkatan kecepatan jaringan GSM ke 3G (generasi ketiga).
Jika layanan data HSDPA bisa mencapai kecepatan di atas 1 megabit per detik (Mbps) atau maksimalnya 3,5 Mbps, jaringan CDMA mampu melayani sampai kecepatan 153,6 kilobit per detik (kbps). Dengan demikian, tidak mengherankan apabila dalam satu daerah yang sama dilayani oleh dua jenis jaringan nirkabel yang berbeda itu.
Layanan nirkabel ini bagaimanapun akan menjadi saingan berat bagi WiFi, terutama bagi WiFi yang memasang tarif. Fleksibilitas akses CDMA (termasuk HSDPA) lebih tinggi, pengguna tidak perlu lagi repot-repot mencari hotspot yang biasa terdapat di mal-mal, kafe, atau tempat-tempat tertentu lainnya.
Rekor 100 jam nonstop
Untuk memamerkan kemampuan dalam menyelenggarakan akses internet, operator jaringan nirkabel tetap milik Indosat ini melakukan uji kemampuan dengan melakukan akses internet 100 jam tanpa henti. Demonstrasi ini dilakukan menjelang Natal 2007 lalu di Denpasar, Bali, dan StarOne berhasil mencatat rekor akses internet 100 jam nonstop itu.
"Program ini untuk membuktikan keandalan StarOne dalam memberikan layanan data di samping layanan suara dan SMS tentunya," kata Guntur S Siboro, Direktur Marketing Indosat. Saat demo berlangsung koneksi internet dimanfaatkan dengan lomba "kuat-kuatan" akses internet.
Dalam lomba ini, Djoko Sudiro, salah satu peserta, berhasil mencatat rekor terlama, yaitu berinternet 83 jam nonstop yang dilakukan dengan berdiri dan tanpa tidur. Djoko yang berprofesi sebagai wartawan media cetak di Denpasar ini berhasil keluar sebagai pemenang lomba.
Lomba ini diikuti delapan peserta yang masing-masing memiliki ketahanan browsing internet beragam (11 jam hingga 66 jam). Djoko yang menjelajahi ribuan website selama lebih dari tiga hari ini berpendapat bahwa kualitas layanan StarOne, khususnya internet, dapat diandalkan.
"Kami mencoba memberikan sesuatu yang berbeda. Kami menawarkan layanan internet dan tes ini membuktikan ketahanan sistem kami, selain harga yang murah, meski tidak asal murah," kata M Arif Junaedi, Kepala Cabang Indosat Bali pada saat membuka demo 100 jam koneksi ke internet tanpa henti.
StarOne yang telah beralih ke frekuensi baru 800 MHz ini memberikan layanan telepon dan internet murah. Khusus pengguna pascabayar, StarOne memberikan penawaran paket akses internet istimewa Ngorbit bulanan. Hanya Rp 49.000 per bulan pelanggan sudah dapat menikmati akses internet hingga 350 MB atau 1 GB hanya dengan Rp 99.000 per bulan.
Makin cepat
Penawaran CDMA ini, meski lebih dengan pertimbangan ekonomi, memberikan pilihan baru. Esia pernah melakukannya meski tidak terlihat lagi gaungnya. Pengguna internet di Indonesia setidaknya saat ini sangat haus untuk bisa mendapatkan koneksi internet yang layak dan terutama harga yang murah.
"Sebenarnya kami juga mengembangkan jaringan CDMA2000 1XEV-DO yang kecepatannya setara dengan kecepatan 3G untuk GSM, seperti yang kami lakukan di Balikpapan. Meskipun demikian, jaringan itu tidak kami kembangkan di semua daerah, tetapi melihat kebutuhan, apalagi kami juga memiliki sudah jaringan HSDPA," kata Suhenri Naswil, Fixed Brand Management StarOne.
Jadi CDMA memang lebih diarahkan untuk pengguna yang menginginkan akses murah. Untuk yang menginginkan koneksi, lebih cepat ditawarkan HSDPA yang teknologinya terus berkembang. Adapun jaringan tetap kabel secara bertahap, seperti yang dilakukan Telkom yang terus meng-upgrade kualitas layanan data melalui Speedy.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi dengan teknologi WiMAX (mobile) yang disebut-sebut sebagai 4G, mengapa pemerintah belum memberikan lampu hijau kembali? Bisa jadi teknologi ini merupakan ancaman bagi teknologi seperti HSDPA yang masih baru dan investasinya juga mahal.
0 comments:
Post a Comment