Open Source, piranti lunak hasil karya dalam negeri, ditargetkan dapat digunakan oleh 300 ribu orang Indonesia pada tahun 2010.
Deputi Menteri Negara Bidang Dinamika Masyarakat Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Carunia Mulya Firdausy, mengatakan, untuk mencapai target itu, upaya sosialisasi terus dilakukan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
"Salah satunya diarahkan kepada instansi pemerintah, termasuk kepada kalangan komunitas pengguna komputer di tanah air," katanya.
Saat ini, kata dia, sejumlah warung internet (warnet) di kota-kota besar di tanah air sudah menggunakan piranti lunak itu, seperti, di Malang, Surabaya, Bandung, dan Makassar.
Ia mengatakan keberadaan program itu sendiri bisa menjadi alternatif dari piranti lunak yang sudah ada, seperti, Microsoft serta menekan aksi penggunaan program bajakan.
"Seperti saat ini saja pengguna program bajakan sekitar 83 persen, padahal pada 2004 mencapai 88 persen. Pasalnya mereka sudah mulai menggunakan Open Source," katanya.
Kebijakan penggunaan piranti lunak itu, dicanangkan dalam bentuk "Indonesian Go Open Source" (IGOS) yang telah disetujui oleh lima menteri.
Kelima menteri itu, yakni Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pendidikan Nasional.
"Khususnya untuk Kementerian Negara Ristek sudah fokus dalam menjalankan program tersebut," katanya.
Ia juga mengatakan ke depannya nanti akan ada ASEAN Open Source, yang digunakan oleh negara-negara anggota ASEAN dan itu telah diusulkan saat pertemuan informal menteri-menteri ASEAN.
Salah satunya, kata dia, dengan menggelar acara "ASEAN Workshop on Open Source Software" yang diikuti oleh negara-negara, seperti, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja pada 7-8 November 2007," katanya.
Khususnya untuk negara-negara Malaysia, Singapura, dan Thailand, sudah mengetahui piranti lunak itu namun belum banyak mengetahui implementasinya.
"Seperti Singapura untuk menggunakan program alternatif itu, terkait dengan kemampuan ekonominya yang mampu membeli program selain Open Source," katanya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kemal Prihatman, mengatakan, program ini memiliki keunggulan seperti pada program "office" .
"Kita memiliki keunggulan pada Office dan mudah untuk diaplikasikan," katanya.
Piranti lunak Open Source mulai diluncurkan pada 2004 dan setiap tahun terus mengeluarkan produk terbaru.
Deputi Menteri Negara Bidang Dinamika Masyarakat Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Carunia Mulya Firdausy, mengatakan, untuk mencapai target itu, upaya sosialisasi terus dilakukan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
"Salah satunya diarahkan kepada instansi pemerintah, termasuk kepada kalangan komunitas pengguna komputer di tanah air," katanya.
Saat ini, kata dia, sejumlah warung internet (warnet) di kota-kota besar di tanah air sudah menggunakan piranti lunak itu, seperti, di Malang, Surabaya, Bandung, dan Makassar.
Ia mengatakan keberadaan program itu sendiri bisa menjadi alternatif dari piranti lunak yang sudah ada, seperti, Microsoft serta menekan aksi penggunaan program bajakan.
"Seperti saat ini saja pengguna program bajakan sekitar 83 persen, padahal pada 2004 mencapai 88 persen. Pasalnya mereka sudah mulai menggunakan Open Source," katanya.
Kebijakan penggunaan piranti lunak itu, dicanangkan dalam bentuk "Indonesian Go Open Source" (IGOS) yang telah disetujui oleh lima menteri.
Kelima menteri itu, yakni Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pendidikan Nasional.
"Khususnya untuk Kementerian Negara Ristek sudah fokus dalam menjalankan program tersebut," katanya.
Ia juga mengatakan ke depannya nanti akan ada ASEAN Open Source, yang digunakan oleh negara-negara anggota ASEAN dan itu telah diusulkan saat pertemuan informal menteri-menteri ASEAN.
Salah satunya, kata dia, dengan menggelar acara "ASEAN Workshop on Open Source Software" yang diikuti oleh negara-negara, seperti, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja pada 7-8 November 2007," katanya.
Khususnya untuk negara-negara Malaysia, Singapura, dan Thailand, sudah mengetahui piranti lunak itu namun belum banyak mengetahui implementasinya.
"Seperti Singapura untuk menggunakan program alternatif itu, terkait dengan kemampuan ekonominya yang mampu membeli program selain Open Source," katanya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kemal Prihatman, mengatakan, program ini memiliki keunggulan seperti pada program "office" .
"Kita memiliki keunggulan pada Office dan mudah untuk diaplikasikan," katanya.
Piranti lunak Open Source mulai diluncurkan pada 2004 dan setiap tahun terus mengeluarkan produk terbaru.
0 comments:
Post a Comment